Download

google_language = ‘en’

Putra Berpulang, Setelah Empat Jam Berjuang Lalui Masa Kritis

Kemarin pagi (23/5) sekitar pukul 04.55, Tuhan berkehendak lain atas nasib Slamet Hadi Syahputra, pasien transplantasi liver pertama di RSUD dr Soetomo. Pagi itu, bocah 3,5 tahun tersebut mengembuskan napas terakhirnya setelah hampir satu bulan bergelut dengan berbagai komplikasi yang mendera tubuhnya. Putra bungsu pasangan Bambang Sutondo Winarno-Sulistyowati itu meninggal setelah melewati pertarungan dahsyat selama empat jam. Ketua Tim Liver Transplant RSUD dr Soetomo dr Sjamsul Arief SpA(K) MARS mengatakan bahwa kondisi Putra terus turun sejak sekitar pukul 01.00 dini hari kemarin. Ketika itu, monitor yang terhubung pada tubuh Putra menunjukkan bahwa saturasi (kadar oksigen dalam darah)-nya menurun. Jika malam sebelumnya (Jumat malam, Red) sudah mencapai 100 persen meskipun masih dengan bantuan respirator (alat bantu pernapasan), lepas tengah malam itu saturasinya tiba-tiba menurun hingga sekitar 40 persen. Hal itu tentu saja berbahaya bagi bocah yang sebelumnya bernama Ramdan Aldil Saputra tersebut. Sebab, saturasi yang hanya sedikit menunjukkan bahwa paru-parunya tidak bisa mengembang dan berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen dengan karbon dioksida. Hal itu mengakibatkan asupan oksigen untuk organ-organ lain tubuh Putra juga berkurang. Dampaknya, kerja organ-organ tubuh tersebut terganggu. Rendahnya saturasi itu akhirnya mengakibatkan fungsi jantung Putra, yang selama ini tidak pernah bermasalah, juga terganggu. Sekitar pukul 04.25, kerja jantung Putra mulai berat karena tidak mendapatkan oksigen dari paru-paru. "Padahal, selama ini jantung, ginjal, itu baik semua. Yang ada gangguan paru-parunya saja. Baru akhir-akhir jantungnya memburuk karena tidak mendapat bantuan oksigen yang cukup," kata Sjamsul.

Tim dokter sudah berusaha untuk memacu kerja paru-parunya dengan cara memompa. Namun, upaya itu tidak berhasil mengembangkan paru-paru Putra. Akhirnya, sekitar pukul 04.55, Putra mengembuskan napas terakhirnya dalam ruang perawatan khususnya di Intensive Care Unit (ICU) RSUD dr Soetomo. Namun, upaya itu tidak berhasil. Selain fungsi jantung terganggu, detak jantungnya juga menurun. Tekanan darahnya pun turun drastis. "Akhirnya, jantungnya yang nggak kuat. Kami sudah berupaya. Rasanya, harapan itu tinggi sekali untuk Putra. Tapi, saya pikir, semua itu haknya yang punya. Haknya Yang di Atas. Saat inilah mungkin yang terbaik bagi Putra untuk pergi," kata dr Arie. Kepergian Putra baru diberitahukan kepada dua orang tuanya sekitar pukul 5.15. Bambang dan Sulistyowati memang tidak bisa selalu berada di dekat anak bungsunya itu. Sebab, kamar perawatan Putra dijaga agar benar-benar steril karena anak itu harus mengonsumsi obat immunosuppressant untuk melemahkan penolakan tubuhnya terhadap liver baru yang dicangkokkan dari ibunya. Pasutri tersebut selama ini menunggui Putra dari kamar 609 di lantai 6 Graha Rawat Inap Utama (GRIU) Graha Amerta. Sekitar pukul 05.30, barulah orang tua Putra tiba di ruang perawatan khusus itu untuk melihat jenazah anak mereka. Begitu tiba, wajah keduanya terlihat shock dan seperti habis menangis. Ketika keluar dari ICU, Sulistyowati terlihat lemas dan harus berjalan dengan dipapah sang suami. Air mata terus menetes dari matanya. Di kamarnya, Sulistyowati duduk selonjor di tempat tidur sambil memangku koran Jawa Pos yang memajang foto-foto Putra. Dia menangis tersedu-sedu sambil membelai wajah Putra di foto-foto itu.

Mengenai kepergian Putra, Bambang menyatakan sudah ikhlas. "Saya sudah rela. Nggak ada niat untuk menuntut atau apa. Sebab, semua sudah melakukan yang terbaik untuk Putra," ujar Bambang. Kematian Putra menarik simpati banyak pihak. Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf beserta sang istri, Ummu Fatma, dan keluarganya sekitar pukul 07.15 datang melayat. Mereka sempat melihat jenazah Putra di ruang ICU, kemudian menemui Bambang dan Sulistyowati di GRIU Graha Amerta. Dalam kesempatan itu, Wagub menyatakan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya dari Gubernur Jatim Soekarwo atas kepergian Putra. "Pak Gubernur memberikan ucapan bela sungkawa yang mendalam. Mudah-mudahan keluarga yang ditinggalkan, khususnya orang tuanya, diberi kesabaran dan kekuatan sehingga bisa paling tidak melewati masa-masa seperti ini dengan baik," katanya. Setelah kedatangan Wagub, sekitar pukul 7.30, tubuh Putra (panggilan baru Ramdan) dibawa dari ruang intensive care unit (ICU) di lantai 2 Gedung Bedah Pusat Terpadu (GBPT) ke kamar mayat RSUD dr Soetomo untuk dimandikan. Jenazah putra bungsu pasangan Bambang Sutondo Winarno-Sulistyowati itu kemudian disalatkan dalam dua gelombang di Masjid An-Nur, di kawasan RSUD dr Soetomo. Seluruh proses itu dilakukan sembari menunggu pemeriksaan terhadap sang ibu, Sulistyowati, yang menjadi donor liver untuk Putra.

Pemeriksaan itu dilakukan oleh Dr dr Vicky Sumarki Budipramana SpB-KBD, yang saat transplantasi 24 April lalu juga memotong liver Sulistyowati. Tujuan pemeriksaan itu adalah memastikan bahwa setelah sampai di rumah, guru SDN 1 Gandusari itu tidak akan mengalami gangguan sehubungan dengan kesehatan livernya. "Hasilnya, secara keseluruhan tidak ada kendala. Sudah diperbolehkan pulang," kata Wakil Direktur bidang Pelayanan Medik RSUD dr Soetomo dr Yoga Wijayahadi SpB K-L yang memantau pemeriksaan tersebut kepada Jawa Pos. Begitu pemeriksaan terhadap Sulistyowati usai, sekitar pukul 09.05, jenazah Putra diberangkatkan ke kampung halamannya, di Kecamatan Gandusari, Trenggalek, untuk dimakamkan. Penyebab utama meninggalnya Putra, dalam istilah awam, disebut gagal paru. "Istilah kedokterannya, acute respiratory distress syndrome (ARDS) atau kegagalan napas," kata Direktur RSUD dr Soetomo Dr dr Slamet Riyadi Yuwono DTM&H MARS dalam konferensi pers di lantai 2 Gedung Bedah Pusat Terpadu (GBPT) rumah sakit milik Pemprov Jatim itu kemarin pagi (23/5).

Dimakamkan di Samping Kakek

Radar Tulungagung (Jawa Pos Group) melihat, sejak pukul 09.00, rumah duka keluarga Slamet Hadi Syahputra di Desa Gandusari, Kecamatan Gandusari, Trenggalek, sudah dipenuhi ratusan pelayat. Jenazah Putra yang dinaikkan mobil ambulans L 8007 IP tiba di rumah duka sekitar pukul 12.00. Ikut dalam iring-iringan itu ayah dan ibu Putra yang naik mobil berbeda. Suasana haru pun meliputi para penakziah. Sekretaris Kabupaten Trenggalek Cipto Wiyono merangkul Bambang, ayah Putra. Keduanya terlihat meneteskan air mata. Kemudian, Bupati Soeharto juga merangkul ayah Putra. Jenazah Putra di dalam peti diletakkan di ruang tamu. Kemudian, secara bergantian, dilaksanakan salat mayat hingga empat gelombang. Pemakaman Putra tertunda karena liang lahat yang dipersiapkan sebelumnya kurang lebar. Sambil menunggu pelebaran itu, Bupati Trenggaek Soeharto melepas kepergian Slamet Hadi Syahputra. Soeharto mengatakan turut berduka cita dengan kematian Putra. "Tim medis sudah berupaya maksimal untuk menyembuhkan Putra, namun Tuhan berkehendak lain. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Jawa Pos yang telah memprakarsai pengobatan Putra," kata pria yang kini maju lagi dalam pilkada di Trenggalek itu. Ribuan pelayat mengantarkan Putra ke tempat pemakaman umum Sasonoloyo Jatirejo di Desa Gandusari. Jaraknya hanya sekitar 100 meter sebelah selatan dari rumah duka. Putra dikubur di samping makam kakeknya, Rano Sasongko. Bambang dan dua putrinya, Ratri Kusuma Wardhani, 20, mahasiswi Universitas Negeri Malang, dan Wiendha Ratnasari Dewati, siswi SMAN 1 Trenggalek yang mengikuti prosesi pemakaman, tidak kuasa menahan sedih. Air mata terus mengucur dari tiga orang tersebut. Bahkan, terpaksa menjauh dari makam Putra sebelum pemakaman selesai. (rum/tin/din/her/jpnn/c1/kum)

Sumber: Jawapos

Comments :

0 komentar to “Putra Berpulang, Setelah Empat Jam Berjuang Lalui Masa Kritis”

Post a Comment