Download

google_language = ‘en’

Ketika Konversi Gas Elpiji Menelan Korban

Ketersediaan minyak tanah yang berasal dari fosil, dari tahun ke tahun kian menipis. Hal ini menjadi dasar bagi pemerintah mengeluarkan kebijakan konversi minyak tanah ke gas elpiji pada 2008. Sejumlah provinsi di Indonesia menjadi proyek percontohan pada awal penerapan kebijakan itu, termasuk Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) yang menjadi salah satu daerah rintisan. Setelah dua tahun kebijakan pemerintah itu diterapkan, Kota Makassar yang menjadi pionir penggunaan kompor dan tabung gas ukuran tiga kilogram (kg) bagi daerah lainnya di Sulsel, ternyata sepanjang 2010 harus mencatat sekitar 21 kasus ledakan tabung gas. "Saya sekarang takut menggunakan kompor gas, setelah banyak kasus ledakan tabung gas di Makassar," kata salah seorang warga Pampang, Makassar Daeng Sanneng. Kasus terakhir terjadi pada 6 Mei 2010 pada rumah warga di Jl Pampang II, Lorong V, RT A/RW IV, Kelurahan Pampang, Kecamatan Panakkukang, Makassar. Pada kasus ini, dua bocah usia belasan tahun tewas terpanggang. Dua unit rumah dan satu sepeda motor ludes terbakar. Sementara kasus lainnya, meskipun tidak menimbulkan korban jiwa, namun korbannya harus mengalami kecatatan fisik, karena mengalami luka bakar. Menanggapi fenomena tersebut, salah seorang pengamat sosial dari Universitas Sawerigading, Makassar Mohammad Yahya Mustafa mengatakan, sosialisasi yang minim dari program pemerintah untuk konversi minyak tanah ke penggunaan gas, sangat merugikan mayoritas pengguna tabung gas. Maysrakat mungkin ada di antaranya baru pertama kali gunakan kompor gas, setelah turun temurun menggunakan kompor minyak tanah.

Akibatnya, lanjut dia, peralihan alat memasak dari kompor minyak tanah ke kompor gas yang kurang maksimal dan mendetail diinformasikan itu, harus menelan korban yang umumnya masyarakat ekonomi lemah. Sementara itu, Hidayat Nahwi Rasul dari Centre of Information and Communication Studies (CICS) Sulsel menilai, maraknya kasus ledakan tabung gas di Makassar itu disebabkan tiga faktor. "Lemahnya "quality control" (pengawasan kualitas) produk yang disalurkan ke masyarakat sasaran, kelembagaan kontrol konsumen juga tidak bekerja secara efektif dan masyarakat pengguna yang awam pengetahuannya terhadap penggunaan gas elpiji merupakan faktor pemicu," katanya. Untuk mengantisipasi adanya kasus baru lagi, lanjutnya, maka yang diperlukan adalah sinergitas antara pemasok, Pertamina, lembaga konsumen untuk membicarakan soal mutu produk, pengawasan kualitas, proses distribusi serta sosialisasi penggunaan elpiji melalui media massa secara luas. Sementara Yahya mengatakan, pihak PT Pertamina Region V selaku operator selain harus memperluas informasi dan sosialiasisasi penggunaan kompor gas itu secara mendetail dan terperinci melalui media massa, juga perlu turun langsung ke tengah masyarakat memberi penyuluhan sekaligus praktek penggunaan kompor gas itu.

Material dievaluasi

Menyikapi banyaknya kasus ledakan tabung gas ukuran tiga kg di Makassar, Kepala Administrasi Penjualan Gas Domestik PT Pertamina Region V Muhammad Tahir mengatakan, material paket konversi gas elpiji tiga kg yang disalurkan PT Pertamina Region V yang meliputi Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Papua sedang dievaluasi. "Material itu kini dievaluasi di pusat. Jadi untuk sementara belum ada penyaluran material yang terdiri dari kompor dan tabung gas serta perangkatnya seperti selang dan regulator," katanya. Menurut dia, pihak Pertamina tidak yakin jika kasus ledakan tabung gas itu disebabkan oleh material yang dibagikan, karena sudah mendapat pengakuan Standar Nasional Indonesia (SNI). "Bisa saja material yang digunakan itu sudah diganti, karena biasanya sejumlah pengguna tabung gas tiga kg terbujuk promosi pihak swasta untuk mengganti materialnya yang dinilai lebih aman," katanya. Selain itu, lanjutnya, kecelakaan ledakan tabung gas, dapat pula disebabkan oleh tiga faktor yakni kelalaian manusia, hubungan arus pendek dan tidak adanya ventilasi yang mendukung untuk sirkulasi udara di sekitar tempat alat memasak itu. Dengan demikian, dia mengatakan, tidak semata-mata kasus ledakan tabung gas itu disebabkan oleh material yang dibagikan itu. "Untuk menghindari adanya korban, kami juga memberikan selebaran yang berisi petunjuk penggunaan dan pemeliharaan kompor dan tabung gas," ujarnya.

Hanya saja, di lapangan tidak semua masyarakat yang dibagikan material itu mampu memahami selebaran yang diberikan PT Pertamina Region V, karena kendala keterbelakangan pendidikan, bahasa atau waktu luang yang terbatas. Kini, realisasi program konversi minyak tanah ke gas elpiji sudah mencapai 98 persen untuk menjangkau 24 kabupaten/kota di Sulsel dan diharapkan akhir 2010 program pemerintah itu sudah rampung. Masyarakat kalangan menengah ke bawah hanya memiliki satu harapan, agar buah kebijakan pemerintah itu tidak membuat mereka makin sengsara dan "phobia" menggunakan alat masak yang dinilai lebih modern dan praktis. "Kami hanya ingin agar alat masak itu aman digunakan dan pasokan gasnya tidak sulit didapatkan. Jangan sampai minyak tanah semakin langka, kemudian nanti setelah pindah ke gas sedikit demi sedikit gas juga dinaikkan harganya," kata warga Kelurahan Cambayya, Kecamatan Ujung Tanah, Makassar Daeng Hasanah.

Sumber: antara

Comments :

0 komentar to “Ketika Konversi Gas Elpiji Menelan Korban”

Post a Comment