Download

google_language = ‘en’

Tragedi Tabung Gas 3 Kilogram

DALAM sebulan terakhir, ledakan tabung elpiji, terutama yang berkapasitas 3 kilogram, terjadi di mana-mana. Korban berjatuhan gara-gara insiden tersebut. Beberapa hari lalu, ledakan itu muncul di Jakarta. Kali terakhir, ledakan tabung gas terjadi di Malang, yang membuat kulit satu keluarga melepuh. Total, sudah ada 33 kasus ledakan. Kita tidak bisa menganggap enteng lagi insiden itu. Sebab, sudah ada delapan orang yang tewas sebagai tumbal tabung berwarna hijau muda tersebut. Belum lagi, mungkin sudah ada ratusan orang yang menderita luka bakar serius gara-gara ledakan tabung gas itu. Kasus di Malang, misalnya. Ismiati beserta dua anaknya harus dibawa ke rumah sakit karena sekujur tubuh mereka melepuh. Tragis. Di sejumlah daerah, orang-orang takut terhadap tabung gas itu. Tabung tersebut sudah menjadi seperti monster. Karena trauma mendalam, ada yang memutuskan kembali menggunakan kayu bakar. Ada juga yang balik kucing menggunakan minyak tanah. Siapa yang harus disalahkan? Apakah pemerintah yang membagi-bagikan kompor beserta tabung gas gratis itu? Seperti diketahui, pembagian tabung gas 3 kilogram merupakan konversi atas penggunaan minyak tanah ke gas. Upaya pemerintah tersebut memang sangat positif karena mampu menghemat uang negara puluhan triliun rupiah. Pemerintah selama ini tekor karena pemberian subsidi ke minyak tanah begitu besar. Lantas, muncul ide agar rakyat mengganti bahan bakar memasak dengan gas yang lebih efisien dan sangat murah.

Investigasi pemerintah menunjukkan, rentetan ledakan disebabkan regulator dan slang gas tidak ber-SNI (standar nasional Indonesia). Banyak slang palsu dan regulator yang tidak layak. Karena itu, api langsung menyambar wilayah yang bocor tersebut. Memang banyak slang dan regulator palsu. Tapi, pemerintah juga harus sadar bahwa puluhan kasus ledakan tersebut terjadi karena belum tuntasnya sosialisasi. Masih banyak rakyat yang belum paham tentang penggunaan kompor gas. Coba kita bayangkan, berpuluh-puluh tahun rakyat kita sudah terbiasa dengan kompor minyak tanah atau kayu bakar, tiba-tiba dalam waktu singkat semuanya harus menggunakan kompor gas. Katakan sudah banyak masyarakat yang mengetahui cara mengoperasikan kompor gas. Tapi, apakah mereka bisa memasang slang dan regulator? Apakah sebagian masyarakat sudah bisa membedakan slang dan regulator yang layak pakai atau tidak? Jangan-jangan, ledakan selama ini terjadi karena masyarakat kita masih buta akan hal-hal yang tampak sepele tapi sangat penting itu? Kita semua tentu tak ingin kasus tabung gas meledak terulang. Karena itu, pemerintah harus benar-benar mengkaji ulang penggunaan kompor dan tabung gas tersebut, tidak hanya menukar slang atau regulator milik rakyat dengan yang ber-SNI. Pemerintah juga harus meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang cara penggunaan kompor gas. Selain itu, pemerintah harus bekerja keras memberantas pengusaha nakal yang memproduksi dan menjual peranti kompor gas yang tidak standar SNI. Hukum berat mereka yang benar-benar terlibat. Tanpa upaya keras itu, mustahil kita bisa menghentikan kasus ledakan tabung gas. Kita tak ingin korban jatuh lagi! (*)

Sumber: Jawapos, Kamis, 08 Juli 2010

Comments :

0 komentar to “Tragedi Tabung Gas 3 Kilogram”

Post a Comment