Seperti yang sudah diduga, fatwa haram rokok Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah terancam tinggal ''kenangan''. Sebagaimana yang dilaporkan harian ini (Jawa Pos, 4 Juli, hal 3), arena Muktamar Ke-46 Muhammadiyah di Jogja yang dulu pernah dicita-citakan benar-benar bebas rokok (untuk menunjukkan warganya konsisten dengan fatwa sendiri) ternyata tidak terjadi. Ketidakseriusan Muhammadiyah ''mengamankan'' fatwa yang dibuat sendiri itu amat disesalkan. Sebab, organisasi yang tahun ini merayakan hari lahir ke-100 tersebut merupakan sebuah organisasi pergerakan kemasyarakatan dan keagamaan. Sebagai organisasi pergerakan, kita mengharapkan hasil ijtihad Muhammadiyah bisa membimbing umatnya ke jalan yang benar dan menyejahterakan. Kami, dan banyak eksponen bangsa yang lain, dulu menyambut baik langkah Muhammadiyah untuk mengharamkan rokok karena bangsa ini tidak pernah tegas terhadap rokok. Kita membutuhkan organisasi panutan dan kredibel seperti Muhammadiyah untuk segera memulainya. Fatwa haram rokok yang dibuat Muhammadiyah dulu merupakan sebuah terobosan yang ditunggu-tunggu. Sebab, manfaat pengharaman rokok itu tidak hanya untuk mendapat pahala di akhirat, tapi juga langsung bisa dirasakan di dunia. Yakni, meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta mengalihkan konsumsi sia-sia keluarga ke sektor yang bermanfaat. Misalnya, belanja pendidikan dan nutrisi anak yang menyehatkan. Kampanye tersebut memang akan menimbulkan persoalan pada nasib stake holder seperti petani tembakau, pengecer rokok, dan tenaga kerja yang terkait dengan industri rokok. Untuk mengantisipasi hal itu, memang harus dicarikan solusi. Namun, hal tersebut tidak boleh mengurangi upaya kita untuk mengajak masyarakat menghindari rokok. Kami sudah paham dengan argumen para perokok dan industriawan rokok yang berdalih bahwa kampanye menyelamatkan masyarakat dari rokok bisa membahayakan kepentingan nasional: pendapatan cukai rokok serta nasib stake holder. Akibatnya, ''perlawanan'' yang mereka lakukan terkesan heroik. Yang disesalkan, alasan itu pula yang kita dengar dari para petinggi Muhammadiyah saat tepergok sedang merokok di arena muktamar. Soal rokok atau tidak merokok memang merupakan pilihan. Sebab, sesuai aturan hukum positif di
Banyaknya kritik terhadap peran Bloomberg Initiative, lembaga yang dimiliki filantropis sekaligus Wali Kota New York Michael Bloomberg, di balik pendanaan kampanye antirokok di
Sumber: Jawapos, Rabu, 07 Juli 2010

Comments :
Post a Comment