Dalam insiden penyerangan brutal itu, sembilan orang aktivis kemanusiaan yang berada di atas kapal tersebut tewas dan sejumlah aktivis lainnya, termasuk warga
Misi membangun RS Indonesia di Gaza itu, berawal dari misi tim bantuan kemanusiaan asal Indonesia yang membawa bantuan obat-obatan dari pemerintah dan rakyat Indonesia untuk warga Gaza, Palestina, akhir tahun 2008 hingga awal 2009, yang saat itu dipimpin dr Rustam S Pakaya, MPH yang saat itu menjabat Kepala Pengendalian Krisis (PPK) Departemen (Kementerian) Kesehatan dan Direktur Urusan Timur Tengah Departemen Luar Negeri Aidil Chandra Salim, . Delegasi itu juga sempat bertemu dengan Utusan Khusus Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB untuk Urusan Pengungsi Palestina (UNRWA) Duta Besar Peter Ford. Pada Kamis (8/1/2009) malam pukul 21.00 waktu setempat atau Jumat dini hari pukul 02.00 WIB tiba, bantuan itu tiba di Rafah, perbatasan Mesir-Jalur Gaza, Palestina. Bantuan itu disampaikan langsung hanya dua meter dari wilayah Palestina kepada warga Jalur Gaza. Delegasi penerima pun datang secara khusus dari
Dibantu optimal
Sementara itu, dalam perbincangan dengan ANTARA pada saat misi kemanusiaan dimaksud Dubes AM Fachir menegaskan bahwa pihaknya kesiapannya membantu misi bantuan kemanusiaan Palestina dari pihak dan kelompok manapun dari Tanah Air. "Prinsipnya sama. Dari kelompok mana pun dan sejauh dibenarkan oleh pihak pemerintah Mesir, kita akan bantu fasilitasi seoptimal mungkin. Itu menjadi tekad kami, sehingga apa yang ingin dicapai (dari misi itu) bisa terlaksana," katanya. Karena itu, kata dia, pihaknya juga berusaha dalam kapasitas yang ada mengomunikasikan hal dimaksud, sehingga apa yang ingin dicapai bisa terlaksana. "Pada saat yang sama, saya kemukakan bahwa keinginan kita untuk memfasilitasi itu sangat tegantung kepada kondisi setempat yang bentuknya macam-macam, antara lain ketentuan yang berlaku di sini dan juga penilaian yang ditetapkan oleh tuan rumah, dalam hal ini pemerintah Mesir, yakni semua instansi yang terkait di situ," katanya. Dijelaskannya bahwa instansi terkait di Mesir, yang berkaitan dengan misi kemanusiaan mancanegara tidak hanya satu, seperti ada Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan, "Press Center", dan "State Security" (badan intelijen negara), yang kesemuanya itu mempunyai peran dan kewenganan sendiri-sendiri dalam memfasilitasi dan pemberian akses. "Jadi (kondisi) itu sejak awal sudah semestinya dimengerti oleh semua pihak," katanya. Fachir merujuk pada contoh kasus di mana relawan MER-C Indonesia --pada misi kemanusiaan 2008-2009--yang akhirnya bisa masuk ke Gaza --dalam suasana belum ada gencatan senjata sepihak oleh Israel-- meski harus melalui proses yang memerlukan waktu karena memang aturan main yang ditetapkan pemerintah Mesir mesti diikuti. "Saya memang senang, pada akhirnya setelah kita menunggu lama, kemudian teman-teman MER-C Indonesia bisa masuk (ke Gaza) dan saya sudah berkomunikasi dengan salah satu anggota tim MER-C (dr Sarbini Abdul Murad-red), yang mengatakan kami sudah berada di dalam wilayah Palestina," kata santi Pondok Pesantren (Ponpes) Gontor dan Ponpes Walisongo Ngabar, yang sebelumnya Wakil Dubes di Malaysia itu. (A035/K004)
Sumber: Antara Minggu, 11 Juli 2010
Comments :
Post a Comment