VIVAnews - Pemerintah diminta lebih memikirkan cara melindungi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri ketimbang sekedar bagi-bagi handphone (HP). "Seharusnya Presiden [Susilo Bambang Yudhoyono] melakukan diplomasi antar kepala negara. Bukan malah bagi-bagi HP," kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah di Warung Daun, Cikini, Sabtu 20 November 2010. "HP hanya akan disimpan di brankas majikan." Anis menambahkan para TKI tidak akan bisa memegang atau berkomunikasi dengan baik, kecuali di negara-negara seperti Hongkong. Indonesia mestinya membangun solusi untuk jangka panjang dan dalam skala makro mengenai perlindungan TKI. "Persoalan TKI bukan kasuistik tetapi ini dampak dari lemahnya proteksi hukum," lanjutnya. Menurut Anis , Indonesia masih susah memberikan perlindungan kepada TKI karena kebijakan di dalam negeri yang belum meratifikasi konvensi internasional mengenai hak buruh migran. "Saya melihat posisi TKI ini lemah justru karena pemerintah," kata Anis. Anis setuju apabila Indonesia melakukan moratorium pengiriman TKI dengan Arab Saudi karena pertimbangan perlakuan majikan Sumiati dan Kikim Komalasari yang masuk kategori pelanggaran HAM berat. "Indonesia akan keterlaluan kalau tidak melakukan moratorium dengan Arab Saudi." Tenaga kerja dari Filipina, tambah Anis, lebih dihormati dan diperlakukan sangat baik oleh majikan karena pemerintah negara bersangkutan telah meratifikasi konvensi internasional. "Ratifikasi ini menjadi dasar bagi pemerintah untuk melakukan pembaharuan perjanjian dalam penempatan dan perlindungan TKI." Catatan Migrant Care, tak ada satu negara pun yang meratifikasi konvensi internasional itu kemudian dirugikan oleh negara lain. Dengan ratifikasi ini, justru posisi tawar sebuah negara akan meningkat karena mendapat dukungan dari masyarakat internasional. "Dan buruh migrannya pun dihormati di negara lain." (umi)
Sumber: Vivanews.com, Sabtu, 20 November 2010
Comments :
Post a Comment