(bersifat konkret dan khusus, Red)," ujar Mahfud yang juga pakar hukum tata negara tersebut. Selain itu, terang Mahfud, keppres adalah keputusan yang benar-benar spesifik. "Memang tetap bisa digugat. Tidak melalui MA, melainkan PTUN (pengadilan tata usaha negara, Red)," ungkap dia. Itu pun tak bisa serta-merta diproses. Uji materi terhadap keppres harus diajukan oleh orang yang dirugikan keppres tersebut.
Mahfud justru balik mempertanyakan kepentingan gugatan itu. Dia tidak melihat ada hal yang mendesak agar satgas dibubarkan. "Saya juga heran. Orang MA pasti juga heran melihat itu. Mungkin itu ulah orang yang mau dibikin berita. Buat sensasi gitu," kata menteri era Presiden Abdurrahman Wahid tersebut. Menurut pria asli Madura itu, satgas justru memberikan banyak keuntungan. Dia lantas mencontohkan sejumlah kasus yang bisa diselesaikan karena satgas turun langsung dan mengoordinasikan aparat penegak hukum. Antara lain, kasus "sel hotel" Artalyta Suryani alias Ayin dan penangkapan Gayus Halomoan Tambunan di Singapura. "Ada juga kasus-kasus lain yang tidak dikemukakan ke publik, tapi saya tahu bahwa itu pekerjaan mereka," jelas dia. Satgas, imbuh dia, tidak membuat kerugian apa pun bagi upaya pemberantasan korupsi. Apalagi, respons masyarakat terhadap satgas positif. "Misalnya, ada orang berpendapat satgas tidak menguntungkan. Tapi, pasti satgas tidak merugikan. Saya secara pribadi menilai banyak untungnya. Sebab, banyak kasus yang terungkap," ujarnya.
Di bagian lain, Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Teten Masduki menuturkan bahwa kinerja satgas selama ini belum maksimal. Namun, menurut dia, upaya pembubaran satgas melalui uji materi yang diajukan oleh aktivis Petisi 28 bukan tindakan tepat. Seperti beberapa pihak lain, Teten berpendapat keppres yang dikeluarkan oleh presiden itu sudah cukup kuat untuk membentuk satgas yang digawangi Denny Indrayana dkk tersebut. Dia menjelaskan, satgas bukan lembaga penegak hukum, melainkan hanya lembaga yang berfungsi sebagai penyinergi dan koordinator antarlembaga penegak hukum. "Kan sekarang koordinasi antara penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, dan lainnya, masih buruk," ucap Teten di kantornya kemarin. Namun, Teten memaklumi upaya beberapa kalangan untuk membubarkan satgas tersebut. Mungkin, lanjut dia, satgas dinilai belum berjalan maksimal. "Buktinya, saat menangani kasus Susno (Susno Duadji, Red), satgas dan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Red) tidak berhasil mengamankan Susno." Nah, Teten menyarankan, dengan kondisi seperti saat ini seharusnya presiden turun tangan untuk memberikan kewibawaan kepada satgas. "Misalnya, presiden menegur kepolisian dan kejaksaan yang cenderung melawan satgas," tegasnya. Teten lalu mencontohkan kasus Susno. Dalam kasus itu, seharusnya presiden menegur polisi yang menangkap dan menahan Susno. Sebab, dalam kasus tersebut satgas sudah berkoordinasi dengan LPSK. (aga/kuh/c11/agm)
Sumber: Jawapos
Comments :
Post a Comment