Download

google_language = ‘en’

Gugatan untuk Satgas Mafia Hukum

KEBERADAAN Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dipersoalkan. Sejumlah orang yang bergabung dalam Petisi 28 berencana menggugat lembaga bentukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini. Rencananya, mereka mengajukan judicial review (uji materi) ke Mahkamah Agung. Selain persoalan yuridis, bangunan logika penolakan kelompok itu sama dengan pendapat yang sudah sering muncul. Yakni, kehadirannya menjadikan deretan institusi yang memiliki kewenangan hukum kian panjang. Dengan hadirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saja, deretan itu sudah panjang dan tidak normal. Bukankah idealnya kewenangan hukum cukup diberikan kepada kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman? Kehadiran satgas tersebut juga berpotensi mendongkrak popularitas pemerintah, khususnya Presiden SBY yang membentuk lembaga itu. Apalagi, yang ditangani satgas tersebut biasanya kasus besar yang menyedot perhatian publik. Kasus penjara supermewah yang dinikmati Artalyta Suryani adalah salah satu contohnya. Sebagai sebuah kritik, gerakan Petisi 28 itu harus diapresiasi. Presiden SBY sebagai pihak yang membentuk lembaga tersebut harus melakukan evaluasi ulang, dalam perjalanannya, apakah satgas itu memang masih sesuai dengan niat awal pembentukannya? Contohnya soal pencitraan atas dirinya. Jika niat awal pembentukan satgas tersebut memang murni dimaksudkan untuk mempercepat penegakan hukum, upaya menepis anggapan itu harus dilakukan. Tentu bukan dalam bentuk bantahan, tetapi tindakan nyata.

Soal landasan hukum -yang juga dipermasalahkan- rasanya tidak perlu diperdebatkan dengan panjang lebar. Biar MA saja yang menguji, mengingat mereka yang tergabung dalam Petisi 28 tersebut akan mengajukan judicial review ke sana. Kita -termasuk kami yang di media- menunggu kerja profesional lembaga itu. Hanya, sembari menunggu tinjauan hukum tersebut, sejumlah kondisi riil patut kita renungkan bersama. Yakni, soal peran dan fungsi lembaga-lembaga yang hadir di luar kewajaran itu. Seperti disebutkan di atas, normalnya, penegakan hukum cukuplah berada di tangan kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Namun, siapa yang berani mengatakan keberadaan ketiganya telah memenuhi kebutuhan bangsa ini dalam penegakan hukum?

KPK tentu tidak harus ada bila memang pemberantasan korupsi telah tertangani dengan baik. Begitu juga halnya dengan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Lembaga itu tentu tidak harus ada kalau kenyataan di lapangan tidak menunjukkan bahwa mafia hukum di negeri ini begitu menggurita. Artinya, terkait dengan fungsi dan peran dalam penegakan hukum, kehadiran lembaga-lembaga semacam itu memang diperlukan. Benar, kehadiran mereka memang menjadikan deretan institusi yang berwenang dalam penegakan hukum kian panjang dan semakin tidak efektif, bahkan bisa jadi tumpang tindih. Namun, kondisi bangsa ini, agaknya, memang baru berada di tahap itu. Masih terlalu banyak persoalan yang berjalan di luar koridor kewajaran. Karena itu, yang layak dicermati adalah peran dan fungsi lembaga tersebut. Dan, harus kita akui secara fair bahwa sejauh ini ''lembaga darurat'' semacam Satgas Mafia Hukum itu masih ''memenuhi syarat'' untuk dipertahankan. Peran dan fungsinya masih bisa dirasakan. Orang-orang yang duduk di dalamnya masih relatif memberikan harapan. Kalau dicari, tentu bercak-bercak kecil masihlah ada. Ya, misalnya, pembangunan citra positif bagi SBY. Namun, itu masih dalam batas wajar. Dan, tidak selayaknya penilaian difokuskan kepada adanya bercak kecil tersebut sehingga menutupi peran besar yang dilakukan. Kendati upaya perbaikan tetaplah harus dilakukan. (*)

Sumber: Jawapos

Comments :

0 komentar to “Gugatan untuk Satgas Mafia Hukum”

Post a Comment